Sumbar Catat Deflasi 0,24% pada November 2025, Harga Cabai Merah Turun Tajam
PADANG, binews.id -- Pada November 2025, Indeks Harga Konsumen (IHK) umum Provinsi Sumatera Barat mencatatkan deflasi sebesar 0,24% (mtm). Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh melemahnya harga sejumlah komoditas pangan, dengan cabai merah sebagai komoditas penyumbang utama. Harga cabai merah turun sejalan dengan membaiknya pasokan dari panen lokal serta dukungan pasokan tambahan dari berbagai daerah penyangga.
Meski demikian, tekanan inflasi sebenarnya berpotensi lebih tinggi jika tidak tertahan oleh penurunan pada kelompok harga pangan. Beberapa komoditas masih mengalami kenaikan harga, termasuk bawang merah, sementara harga emas perhiasan juga menunjukkan penguatan yang turut menahan laju penurunan inflasi.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat, Mohamad Abdul Majid Ikram, menjelaskan bahwa kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatat deflasi 0,90% (mtm) dengan andil -0,30%. Penurunan ini dipicu oleh koreksi harga cabai merah, jengkol, kentang, cabai hijau, dan cabai rawit yang pasokannya membaik.
Harga cabai merah turun cukup signifikan, yakni 9,96% (mtm). Penurunan ini dipengaruhi oleh masuknya pasokan dari Sumatera Utara, Aceh, Jambi, dan Jawa. Dengan pasokan yang lebih stabil, tekanan harga pada komoditas ini dapat ditekan secara efektif sepanjang November.
Komoditas jengkol juga melanjutkan tren penurunan harga yang telah berlangsung sejak Agustus 2025. Pasokan yang meningkat pascapanen serta normalisasi harga setelah lonjakan pada Juni--Juli 2025 turut memperkuat deflasi di kelompok pangan.
Harga kentang mengalami penurunan seiring dengan bergulirnya panen di sentra produksi lokal. Sebaliknya, harga bawang merah justru naik 8,39% (mtm) karena meningkatnya permintaan nasional dan berkurangnya pasokan saat periode tanam berlangsung di wilayah sentra.
Deflasi yang lebih dalam tertahan oleh inflasi pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yang mencatat kenaikan 0,28% (mtm) dengan andil 0,02%. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh pergerakan harga emas perhiasan yang naik 1,08% (mtm), mengikuti dinamika harga emas global.
Selain itu, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga serta kelompok transportasi turut mencatat inflasi, masing-masing memberikan andil 0,02%. Inflasi pada kelompok perumahan didorong kenaikan harga sewa rumah, sementara kelompok transportasi dipengaruhi oleh meningkatnya harga mobil.
Secara spasial, seluruh kabupaten/kota IHK di Sumatera Barat mengalami deflasi. Kabupaten Pasaman Barat mengalami deflasi terdalam sebesar -0,81% (mtm), disusul Dharmasraya -0,49% (mtm), Kota Bukittinggi -0,46% (mtm), dan Kota Padang -0,02% (mtm). Deflasi Kota Padang relatif terbatas karena masyarakat lebih banyak mengonsumsi cabai Jawa, yang justru mengalami kenaikan harga pada bulan laporan.
Secara kumulatif, inflasi Sumatera Barat hingga November 2025 mencapai 3,62% (ytd), melebihi batas atas sasaran 2,51%. Oleh karena itu, TPID Sumatera Barat memperkuat strategi stabilisasi harga, termasuk optimalisasi kerja sama pasokan cabai merah, intensifikasi Gerakan Pangan Murah, peningkatan komunikasi kebijakan, penguatan pemantauan harga, serta intensifikasi rapat koordinasi antarinstansi.
Penulis: Imel
Editor: Imel
Berita Terkait
- Pemprov Sumbar Gelar Gerakan Pangan Murah untuk Stabilkan Harga Pasca Bencana
- Inflasi Tinggi dan Kredit Melambat, BI Sumbar Soroti Ketahanan Ekonomi Daerah
- Dampak Luapan Banjir, KAI Divre II Sumbar Sementara Lakukan Pengalihan Lintas Perjalanan Kereta Api
- Hadapi Lonjakan Mobilitas Akhir Tahun, KAI Divre II Sumbar dan KAPM Tingkatkan Kesadaran Keselamatan di Perlintasan Sebidang
- Sejarah Berlanjut, Dari Rel Industri Pauh Lima Kini Menjadi Simpul Layanan Kereta Api bagi Masyarakat








