SINar Solusi Dana Desa Tidak Menjadi Pembelajaran Korupsi di Nagari
*Oleh : HM Nurnas

SEJAK 2015 Dana Desa atau Dana Nagari di Sumatera Barat (Sumbar) setiap tahun mengucur deras.
Dana Nagari sesuai tujuannya sangat mulia yaitu membangun Indonesia dari pingiran, tidak ada lagi kesenjangan pembangunan kota dan desa dan uang berputar di desa tidak di kota saja. Tujuannya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di nagari.
Di Sumbar mungkin sudah sampai triliun rupiah sejak mengucur di era satu tahun Presiden Joko Widodo memimpin negara ini.
Terus bagaimana realisasinya step by step desa atau nagari ada perubahan signifikan, sampai periode pertama Presiden Jokowi memerintah Indonesia, geliat pembangunan dan ekonomi terasa di nagari atau desa itu.
Tapi sisi negatif dari triliunan rupiah total general dana desa dikucurkan Presiden Jokowi, masih ada oknum kepala desa atau oknum wali nagari yang mengkorup dana tersebut.
Setiap bulan pasti ada berita menyangkut dugaan korupsi dana desa tersebut, di Sumbar juga tidak ketinggalan ada oknum nagari berurusan dengan Polisi atau Jaksa karena dugaan korupsi dana desa itu.
Data ICW menyebutkan pada semester satu 2020 saja ada 169 kasus korupsi di semua sektor, dan 44 kasus itu dugaan korupsi dana desa, korupsi di dana desa pada semster satu 2020 adalah kasus terbanyak dari sekian sektor yang diteliti lembaga yang konsen meneliti korupsi di negara ini.
Lantas apa yang salah? penulis pastikan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta evaluasi untuk penggunaan uang negara di dana desa atau nagari itu sudah berjalan by sistem bahkan by aplikasi teknologi juga ada.
Korupsi terjadi juga maka ini prilaku yang salah dari oknum kepala desa, wali nagari, aparatur desa atau nagari. Bahkan sangat mungkin saja belajar korupsi kekinian areanya sudah beralih ke desa tidak domain daerah perkotaan, seperti selama ini terjadi.
Kasihan kita, jika kader pemimpin negeri yang tumbuh di desa punya kemampuan intelegensia membangun Indonesia dari pinggir dan memberdayakan masyarakat itu harus dibonsai aparat penegak hukum karena diduga melakukan tindak pidana korupsi atau menyalahgunakan kewenangan yang berakibat memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Sistem aplikasi informasi teknologi memang penting tapi kalau niat korup sudah ada pasti tidak satu jalan ke Roma untuk mencuri uang rakyat tersebut.
*Anggota DPRD Sumbar
Opini Terkait
- Musfi Yendra: Standar Layanan Informasi Publik
- Musfi Yendra: Keterbukaan Informasi Publik Nagari
- Nevi Zuairina: Refleksi Energi Indonesia Tahun 2024 dan Harapan Menuju 2025
- Misdawati, S.Pd, M.Pd: Pembelajaran Berdiferensiasi Melalui GAME-PAQ
- Musfi Yendra: Keterbukaan Informasi Publik di Era Presiden Prabowo
Refleksi Energi Indonesia Tahun 2024 dan Harapan Menuju 2025
Opini - 05 Januari 2025
Oleh: Nevi Zuairina