Sengketa Informasi Publik: Antara Transparasi dan Privasi

*Ariza Aprilia Fitri

Rabu, 07 Mei 2025 | Opini
Sengketa Informasi Publik: Antara Transparasi dan Privasi
Ariza Aprilia Fitri

Komisi Informasi memiliki peran dalam memastikan keterbukaan informasi publik di Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi publik (UU KIP), lembaga ini berwenang menyelesaikan sengketa informasi antara badan publik dan masyarakat melalui mediasi atau ajudikasi nonlitigasi. Namun, di tengah dorongan untuk transparansi, muncul tantangan besar bagaimana memastikan keterbukaan informasi tidak berbenturan dengan hak privasi individu atau lembaga.

Hak atas informasi merupakan salah satu hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Namun, hak ini tidak bersifat mutlak. Dalam Pasal 17 UU KIP, terdapat beberapa kategori informasi yang dapat membahayakan kepentingan negara, mengganggu proses penegakan hukum atau mengancam hak privasi seseorang.

Sengketa informasi seringkali muncul ketika badan publik menolak memberikan informasi dengan alasan tertentu, sementara pemohon informasi merasa bahwa informasi tersebut seharusnya terbuka untuk publik. Transparansi dan privasi sering kali berada dalam situasi yang membingungkan. Dalam beberapa kasus, keterbukaan informasi sangat diperlukan untuk kepentingan publik, tapi disisi lain, ada informasi yang harus tetap dirahasiakan untuk melindungi individu atau lembaga. Misalnya, data kesehatan seseorang tidak bisa begitu saja diungkapkan ke publik, meskipun ada kepentingan untuk memahami tren penyakit di masyarakat.

Dalam menyelesaikan sengketa informasi, Komisi Informasi harus mampu menyeimbangkan dua kepentingan tersebut. Sebagai contoh, dalam kasus informasi mengenai harta kekayaan pejabat negara, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui sebagai bentuk pengawasan terhadap potensi korupsi. Namun, di sisi lain, ada batasan terkait informasi yang bersifat pribadi, seperti alamat rumah, atau data keluarga pejabat, yang dapat mengancam keamanan pribadi jika disebarluaskan.

Selain itu, tantangan dalam penyelesaian sengketa informasi juga terkait dengan pemahaman yang berbeda antara badan publik dan masyarakat mengenai batasan keterbukaan informasi.

Tidak jarang badan publik menafsirkan pengecualian informasi secara berlebihan, sehingga menutup akses terhadap data yang sebenarnya berhak diketahui oleh publik. Sebaliknya, ada pula pihak yang menuntut keterbukaan informasi tanpa mempertimbangkan aspek privasi atau kerahasiaan negara.

Dalam konteks birokrasi, terdapat penyimpangan yang sering menjadi penghambat keterbukaan informasi. Beberapa instansi pemerintah cenderung lamban dalam merespons permintaan informasi, bahkan ada yang mengabaikan kewajiban mereka sesuai UU KIP. Kondisi ini menambah panjang daftar sengketa informasi yang harus diselesaikan oleh Komisi Informasi.

Penyimpangan birokrasi bukan hanya disebabkan oleh lemahnya sistem, tetapi juga karena masih rendahnya kesadaran akan pentingnya keterbukaan informasi.

Banyak pejabat publik yang menganggap keterbukaan sebagai ancaman, bukan sebagai instrumen penguatan demokrasi. Pola pikir ini perlu diubah agar birokrasi semakin akuntabel dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Komisi Informasi harus semakin memperkuat perannya sebagai mediator yang adil dan independen dalam sengketa informasi. Putusan yang dihasilkan harus mempertimbangkan aspek hukum, kepentingan publik, serta perlindungan hak individu. Selain itu, sosialisasi terkait keterbukaan informasi dan batasannya juga harus lebih kuat, baik kepada badan publik maupun masyarakat, agar pemahaman mengenai hak dan kewajiban dalam akses informasi semakin meningkat.

Tidak hanya badan publik, masyarakat juga perlu memiliki pemahaman yang baik tentang keterbukaan informasi. Terkadang, ada anggapan bahwa semua informasi yang dimiliki pemerintah harus dibuka ke publik, tanpa memahami bahwa ada informasi yang memang harus dirahasiakan. Oleh karena itu, literasi informasi harus terus diperkuat agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berujung pada sengketa.

Halaman:

*Mahasiswa Departemen Ilmu Politik, FISIP, Unand. Mahasiswa magang di Komisi Informasi Sumba

Bagikan:
Musfi Yendra

Informasi Serta-Merta dalam Konteks Demonstrasi

Opini - 01 September 2025

Oleh: Musfi Yendra

Musfi Yendra

HUT ke-80 RI: Refleksi Keterbukaan Informasi

Opini - 17 Agustus 2025

Oleh: Musfi Yendra

Musfi Yendra

Informasi sebagai Hak Asasi Manusia

Opini - 07 Agustus 2025

Oleh: Musfi Yendra

Musfi Yendra