Gali Nilai Kawin Bajapuik Antarkan Yenny jadi Doktor Ilmu Hukum

Di Sumatera Barat ada yang fenomenal hingga era digital sekarang masih bertahan yaitu adat istiadat tradisi perkawinan 'bajapuik'. Keberadaan tradisi perkawinan bajapuik saat ini kata Yenny sungguh sangat mengkhawatirkan, karena secara pelan namun pasti sudah mengalami pergeseran akibat pengaruh pola pikir masyarakat yang sudah tersentuh oleh modernisasi sebagai bagian dari globalisasi.
"Pergeseran nilai tradisi perkawinan bajapuik dampak struktur sosial dari extended family (keluarga besar/kerabat) menjadi nuclear family (keluarga batih-ayah, ibu dan anak-anak), sehingga peran mamak (kepala kaum) bergeser kepada ayah dari calon mempelai,"ujarnya.
Dulu perkawinan dengan sisitem bajapuik di Padang Pariaman itu, semua urusannya ditangani mamak, sekarang peran orang tua semakin meningkat. Dulu urusan perkawinan adalah tanggung jawab bersama keluarga besar, sehingga jika ada seorang gadis tidak segera kawin, menjadi aib keluarga besar.
Baca juga: Hadiri Tradisi Balimau, Eka Hariani Sandra Sebut Tradisi Balimau Harus Dijaga dan Dilestarikan
"Termasuk soal ketakmamnpuan pihak perempuan membayar uang japuik (uang jemputan yang akan diberikan kepada keluarga pengantin laki-laki), maka itu menjadi tanggungan bersama keluarga besar, karib kerabat si perempuan tersebut, Demi menutup aib, menggadaikan tanah ulayat (tanah milik bersama keluarga besar/kaum) boleh dilakukan,"ujar Yenny.
Bahkan di Padang Pariaman-lah sebuah prosesi perkawinan ditata bisa dikatakan terpanjang di dunia. Sebut saja kata Yenny, mulai dari tando, baralek hingga manjalang mintuo dan sebua itru membutuhkan biaya besar. Kini prosesi sakral pernikahan dan pesta perkawinan di Pariaman lebih sederhana (simple).
"Pergeseran tanggungjawab dan prosesi perkawinan sebenarnya mengancam hilangnya nilai-nilai yang terkandung dalam perkawinan 'bajapuik'. Pergeseran ini dalam antropologi disebut sebagai perubahan kebudayaan, yang salah satunya melalui akulturasi,"ujar Yenny.
Menyelamatan nilai budaya lokal dari pergeseran nilai tradisi di perkawinan 'bajapuik', kata Yenny Febriyanti di Disertasinya itu menekankan peran pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman untuk mengambil kebijakan melindungi tradisi perkawinan 'bajapuik' sehingga kawin 'bajapuik' menjadi bagian kebudayaan, kekayaan dan identitas masyarakat Pariaman.
"Melindungi tradisi perkawinan bajapuik punya ladasan kuat yaitu melaksanakan perintah peraturan perundang-undang terkait, seperti UUD Negara Republik 1945, Undang-Undang No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Pasal 32 UUD NRI 1945 mengamanatkan negara untuk memajukan kebudayaan nasional, yang disusun atas kebudayaan-kebudayaan daerah. kemudian Pasal 12 ayat (2) huruf (p) Undang-Undang No.23 tahun 2014 menentukan bahwa kebudayaan merupakan bagian dari urusan pemerintah wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Selanjutnya Pasal 5 huruf c Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan menentukan bahwa salah satu objek dari pemajuan kebudayaan adalah adat istiadat. Dalam Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah daerah juga diberi tugas untuk mengarusutamakan kebudayaan dengan membuat pokok pikiran kebudayaan Kabupaten dan Kota,"ujarnya.
Yenny Febritanty pastikan melindungi nilai tradisi perkawinan bajapuik adalah urgen dilakukan demi menjaga pelestarian secara dinamis tradisi tersebut dalam rangka membentuk ketahanan budaya (daerah). Ketahanan budaya adalah suatu proses perwujudan kesadaran kolektif yang tersusun dalam masyarakat untuk meneguhkan, menyerap dan mengubah sesuai dengan berbagai pengaruh budaya lain melalui proses belajar kebudayaan lain, yaitu enkulturasi, sosialisasi, dan internalisasi yang disandarkan pada pengalaman sejarah yang sama.
"Untuk mewujudkan ketahanan budaya nilai tradisi perkawinan bajapuik pada masyarakat Pariaman agar tidak tergerus dampak globalisasi, maka penelitian perlindungan nilai tradisi perkawinan bajapuik ini penting dilakukan,"ujarnya.
Penulis: Imel
Editor: BiNews
Berita Terkait
- Setelah 49 tahun, Bundo Kanduang Sumbar akhirnya memiliki rumah Gadang
- Rang Agam Terpilih Jadi Uda Uni Duta Wisata Sumbar 2021
- Kemenko Marves Sepakat Fasilitasi Pembangunan RDF di TPA Aie Dingin
- Verifikasi Faktual, Tim Dewan Pers Pusat Sambangi Redaksi Media Online binews.id
- Dr Aqua Dwipayana: Rapat via Zoom Sering Tidak Efektif
Wabup Candra Buka Musda DPD KNPI Kabupaten Solok ke XIV Tahun 2025
Gaya Hidup - 26 Februari 2025
Dekranasda Kota Padang Tampilkan Produk Unggulan di INACRAFT 2025
Gaya Hidup - 07 Februari 2025