Pasca Putusan Sengketa Informasi Publik

*Kiki Eko Saputra, S.H

Kamis, 30 September 2021 | Opini
Pasca Putusan Sengketa Informasi Publik
Kiki Eko Saputra, S.H - Panitera Pengganti Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat

Perubahan kedua atas UUD 1945 yang telah disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 yang lalu, negara telah mengakomodir hak-hak yang paling mendasar bagi masyarakatnya. Hak-hak yang paling mendasar itu disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam perubahan UUD 1945 tersebut terdapat penambahan beberapa pasal dan diantara pasal-pasal yang ditambhankan terdapat salah satu pasal yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia yaitu Pasal 28 a sampai dengan Pasal 28 j. Secara garis besar terdapat 3 (tiga) prinsip dasar mengenai HAM itu sendiri diantaranya : 1. Prinsip Keadilan (equity) dimana di dalamnya terdapat kesetaraan, non diskriminasi, kesetaraan dalam mengakses layanan publik, terbukanya kesempatan bagi setiap orang untuk berpartisipasi, 2. Prinsip Martabat (dignity) dan 3. Prinsip Humanity.

Dalam ketentuan Pasal 28 a sampai dengan Pasal 28 j tersebut terdapat salah satu pasal yang mengatur tentang hak untuk memperoleh informasi yang secara eksplisit terdapat di dalam ketentuan Pasal 28 F. Pasal 28 F ini lah, pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diterjemahkan dan melahirkan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta untuk menjalankan undang-undang tersebut pada tahun 2010 lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Tujuan dibentuk UU No. 14 Tahun 2008 tersebut adalah untuk menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik dan mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggara Negara dan Badan Publik lainnya yang berakibat pada kepentingan publik.

Konsekwensi dibelakukanya UU No. 14 Tahun 2008 tersebut adalah lahirnya sebuah norma baru tetang informasi publik yang harus disusun secara sistematis dan bisa dipertanggungjawakan. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah secara gamblang mengatur bagaimana Pemohon Informasi (individu dan Badan Hukum) melakukan permohonan informasi, keberatan atas informasi ke Badan Publik serta permohonan penyelesaian sengketa informasi publik ke Komisi Informasi begitupun Bagi Badan Publik dalam penggunakan hak dan kewajibannya sebagaimana yang telah diatur dalam uu tersebut.

Untuk mengomptimalkan pemberlakukan dan pengawasan terhadap keterbukaan informasi publik dibentuklah suatu lembaga bantu (auxiliary sate) yaitu Komisi Informasi.

Undang-undang tersebut memberikan peran bagi Komisi Informasi diantaranya sebagai penyelesaian sengketa informasi publik, menetapkan kebijakan umum pelayanan publik dan menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Secara umum Komisi Informasi memiliki tugas utama yakni menerima, memeriksa dan memutus Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi Non-litigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008.

Komisi Informasi sebagai lembaga quasi peradilan dalam menjalankan tugas utama dari Komisi Informasi, lembaga ini berpedoman pada UU No. 14 Tahun 2008 yang menjadi hukum materil dan Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.

Regulasi tersebut memberikan beberapa kewenangan bagi Komisi Informasi diantaranya : memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa, meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan sengketa informasi publik, meminta keterangan atau menghadirkan pejabat publik ataupun pihak yang terkait sebagaimana saksi dalam penyelesaian sengket informasi publik, mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi Non-litigasi penyelesaian sengketa informasi publik.

Kewenangan yang diberikan oleh regulasi tersebut kepada Komisi Informasi, menjadikan Komisi Informasi sebagai lembaga quasi peradilan. Lebih lanjut kewengan tersebut dapat ditafsirkan ke dalam 6 kekuasaan yang dimiliki oleh Komisi Informasi dalam hal persidangan Ajudikasi Non-Litigasi diantaranya sebagai berikut : 1. Kekuasaan untuk memberikan penilaian, 2. Kekuasaan untuk mendengar dan menentukan atau memastikan fakta-fakta dan untuk membuat putusan, 3. Kekuasaan untuk membuat amar putusan dan pertimbangan-pertimbangan yang mengikat suatu subjek hukum dengan amar putusan dan dengan pertimbangan-pertimbangan yang dibuatnya, 4. Kekuasaan untuk mempengaruhi orang atau hak milik orang per orang, 5. Kekuasaan untuk menguji saksi-saksi, memaksa saksi untuk hadir dan untuk mendengar keterangan pihak dalam persidangan, 6. Kekuasaan untuk menegakkan keputusan atau menjatuhkan sanksi hukuman.

Putusan Komisi Informasi

Halaman:

*Panitera Pengganti Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat

Marhaban ya Ramadhan 2025
Bagikan:
Hj. Nevi Zuairina
Musfi Yendra

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

Opini - 21 Maret 2025

Oleh: Musfi Yendra

Ibnu Sectio Caisaria, Havina Mirsya 'Afra

Menyoal Nagari Creative Hub Ala Mahyeldi-Vasko

Opini - 20 Maret 2025

Oleh: Ibnu Sectio Caisaria, Havina Mirsya 'Afra

Nevi Zuairina Irwan Prayitno. IST

Pemerintah Provinsi Harus Jalin Sinergi Lintas Kepala...

Opini - 03 Maret 2025

Oleh: Nevi Zuairina Irwan Prayitno

Ketua KI Sumbar, Musfi Yandra

Standar Layanan Informasi Publik

Opini - 26 Februari 2025

Oleh: Musfi Yendra