Dewan Ulama Thariqah Internasional dari Istanbul Turki Komentari Ritual IKN yang Dihadiri Gubernur S

PADANG, binews.id -- Syekh Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani, Rais Mustasyar Dewan Ulama Thariqah Internasional, di Istanbul Turki, yang kebetulan juga berdarah Minang, angkat bicara perihal upacara penyatuan tanah dan air yang berlangsung titik nol IKN, beberapa waktu lalu.
Saat ditanya melalui wawancara singkat tentang polemik antara Gubernur Sumatera Barat dengan Ketua MUI Sumbar, mengenai ritual dalam rangkaian upacara penyatuan tanah dan air yang diserahkan oleh para Gubernur, termasuk diantaranya Buya Mahyeldi, Syekh Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani memberikan tanggapan yang menyejukkan.
Beliau menyampaikan, ia percaya kritik yang disampaik Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Bahar adalah untuk kebaikan umat, hanya alangkah baiknya jika terlebih dahulu bertabayun dengan Gubernur, Buya Mahyeldi, yang diketahui ikut menyerahkan tanah dari Pasaman dan air dari Gunung Talang.
"Saya yakin Ketua MUI Sumbar mengkritik Gubernur pasti untuk kebaikan umat, namun dalam hal ini seharusnya beliau terlebih dahulu bertabayun dahulu dengan Gubernur," ujar Syekh Muhammad Ali Hanafiah.
Baca juga: 119 Orang Tergabung di Emergency Medical Team Mulai Berangkat ke Turki
Sementara terkait upacara yang telah berlangsung tersebut, Syekh Muhammad Ali Hanafiah berpandangan hal itu hanya kegiatan simbolis, yang tak berkaitan dengan ritual, apalagi menyangkut keagamaan.
"Dalam pandangan kami, penyatuan tanah dan air dari seluruh Indonesia semata-mata hanya simbol saja, bukan sebagai ritual keagamaan tertentu. Kalaupun itu adalah sebuah kebudayaan dari suatu daerah, selagi tidak merusak akidah, maka boleh-boleh saja Pak Gubernur mengikutinya," tanggap.
Dengan ramah Ia juga berpesan, agar jangan sampai kita menjustifikasi seseorang keluar dari akidah islamiyah, tanpa memahami dasar hukum mengenai seseorang yang telah menyimpang dari akidahnya. Karena menurutnya, akidah merupakan pondasi besar agama, ibarat emas murni 24 karat, jika bercampur sedikit saja maka emas tersebut tidak lagi dikatakan emas murni, begitu pun dengan akidah.
"Seseorang baru dapat dikatakan sudah menyimpang dari akidah, yakni bila dia menambah-nambahkan atau membuat-buat ucapan dan perbuatan yang dapat melemahkan keyakinannya terhadap Allah SWT. Bahkan jika seseorang secuil saja menyamakan sesuatu dengan sifat dan kekuasaan Allah SWT, itu sudah dianggap menyimpang dengan akidah Islam."
Baca juga: Usai Lima Hari Gempa di Turki Korban Selamat Masih Ditemukan
"Dan apa yang dilakukan para gubernur hanyalah sekedar simbolik saja, sama sekali tidak bersangkutan dengan akidah, apalagi akan merusak akidah," tegasnya lagi.
Penulis: Imel
Editor: BiNews
Berita Terkait
- KAI Divre II Sumbar Gelar Ramp Check untuk Pastikan Keselamatan dan Kenyamanan Angkutan Lebaran
- KAI Divre II Sumbar Imbau Masyarakat Tidak Ngabuburit di Jalur Kereta Api Demi Keselamatan
- Datuak Febby: Keterbukaan Informasi Penting untuk Efisiensi Anggaran
- Wako Fadly Amran Instruksikan Damkar Siram Material Tercecer di Jalan Bypass
- Kapolda Sumbar Hadiri Launching Penguatan Program Pekarangan Pangan Lestari