Ubah Laku : Ini Kisah Saya yang Positif, Berjuang Melawan Covid-19

*oleh: Vinna Melwanti

Minggu, 11 Oktober 2020 | Opini
Ubah Laku : Ini Kisah Saya yang Positif, Berjuang Melawan Covid-19
IKLAN GUBERNUR

Saat menuju ruang rawat saya melewati lorong administrasi dan farmasi. Klop rasanya tebakan saya, bahwa rumah sakit ini berkerjasama dengan konsulat Jepang. Ada beberapa konsultan Jepang yang sedang memberi arahan pada tenaga medis di ruang itu. Dan jika diperhatikan di semua baju tenakes terdapat stiker Jepang di depan baju Hazmat. Tak hanya itu, jika membunyikan bel ke perawat, kalimat awal bunyi sapaan Bahasa Jepang dulu baru tersambung.

Sampai di ruang rawat, saya di datangi dokter. Dan, diberikan pilihan untuk mendapatkan obat dari Jepang. Bukan vaksin bukan pula obat antivirus yang sedang diuji. Kata dokter ini obat yang biasanya digunakan pasien covid dan memang hasilnya berbeda-beda bagi pasien. Maka kita diberikan pilihan mau atau tidak.

Saya yang menyatakan kesediaan. "Mau dok." Lalu diberikan obat tersebut 5 atau 8 butir. Obat yang saya tak tahu namanya tapi ada cap Jepang, bercampur dengan obat lainnya. Saya minum obat tiga kali sehari, namun kwantitasnya puluhan butir tiap hari.

Tenakes Nusantara

Di sini, di rumah sakit darurat bautan Jepang ini, memang rapi. Bersih dan hening. Nyaman (kalau kita tak sakit). Semua limbah medis, bekas makan, tisu kita, bungkus roti dan sebagainya, dibakar habis. Rumah sakit dengan 300 tempat tidur terdiri dari lorong-lorong seperti lorong labor.

Paramedis wanita dan pria itu, adalah sukarelawan yang bekerja sepenuh hati. Mereka dengan baik hati membantu saya bangun."Bu mandinya kita bantu lap ya."Badan saya dilap. Ganti pakaian. Buang isi kantong kemih plastik.

Dengan tepat waktu antar makanan 3 kali sehari. Kalau mau bicara tekan bel tapi datangnya memang agak lama, karena ruangan mereka jauh. Tak pernah mengeluh, yang sering malah saya. Mereka tak hanya mengganti pakaian saya, tapi juga alas kasur sarung bantal dan selimut.

Tenaga medis ini, adalah anak-anak Nusantara karena memang datang dari berbagai provinsi dan kota di Indonesia, termasuk dari Padang. Ada yang baru empat hari bekerja."Saya sebelumnya di M Djamil kak. Ada lowongan ya saya isi aja, ternyata ditempatkan di sini,"ungkap Lia sembari menyuntikan obat pengencer darah ke perut saya.

Lia mengumbar dirinya ditidurkan di sebuah hotel dan dijaga kesehatannya. Bersama dengan perawat lainnya mereka diantar jemput untuk dinas, bekerja dengan sift pagi dan malam. Mereka adalah remaja yang demi sesama, membiarkan ibundanya menangis di kampung demi cinta anaknya."Teman sekamar Lia kemarin kena covid kak, sedih padahal kita baru kerja seminggu lalu,"tukuknya.

Para perawat tiap hari bercanda dengan saya. Berkisah, walau ada yang tergesa, sebab tugas mereka berat, pasien banyak, tenaga kurang. Bahkan mereka bercerita bisa membuka baju APD setelah 4 jam. Harus menahan ke belakang, shalat pun jadinya dijamak."Belum pernah jalan-jalan di Jakarta kak. Sejak dari Makasar, dilatih dan karantina, langsung dinas sebulan ini,"kata Ratih yang awalnya dia pikir akan ditempatkan di wisma atlet.

Di sini tak ada televisi, entah kalau di ruang VIP. Jika Anda dirawat di ruang VIP itu artinya biaya bayar sendiri. Jika Anda dirawat di ruang biasa, Anda dibayar negara. Biaya perawatan korban Covid 19 itu kata orang bisa Rp150 juta sampai Rp200 juta. Betapa banyaknya orang dirawat dan itu ditanggung negara. Karena itu taatilah protokol kesehatan.

Halaman:

*Jurnalis Perempuan

Marhaban ya Ramadhan 2025
Bagikan:
Ketua KI Sumbar, Musfi Yandra

Standar Layanan Informasi Publik

Opini - 26 Februari 2025

Oleh: Musfi Yendra

Musfi Yendra - Ketua Komisi Informasi Sumba

Keterbukaan Informasi Publik Nagari

Opini - 07 Januari 2025

Oleh: Musfi Yendra

Pembelajaran Berdiferensiasi Melalui GAME-PAQ

Opini - 18 November 2024

Oleh: Misdawati, S.Pd, M.Pd

Musfi Yendra - Ketua Komisi Informasi Sumba