Gubernur Sumbar Periode 1977 - 1987 Azwar Anas Wafat

JAKARTA, binews.id -- Mantan Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas dan juga pernah menjabat sebagai Menteri Perhubungan RI dikabarkan meninggal dunia.
Azwar Anas dikabarkan meninggal pada hari Minggu, 5 Maret 2023 pukul 11.40 WIB di RSPAD sejak beberapa waktu lalu.
Tokoh nasional ini pergi dalam usia 90 tahun. Mantan Menteri Perhubungan ini lahir 2 Agustus 1933 di Padang.
Almarhum menjabat Gubernur Sumbar dua periode 1977 sampai 1987. Selain Menteri Perhubungan, Anwar juga pernah dipercaya jadi Menko Kesra.
Baca juga: 418 Jemaah Haji Wafat, Kemenkes Minta Istitha'ah Kesehatan Diperketat
Dikutip dari Wikipedia.org, Letnan Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Ir. H. Azwar Anas gelar Datuak Rajo Suleman (lahir 2 Agustus 1933) adalah seorang tentara, birokrat, politikus dan administrator sepak bola Indonesia.
Ketua Majelis Pembina Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) ini pernah dipercaya sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada Kabinet Pembangunan VI (1993--1998) setelah menjabat sebagai Menteri Perhubungan Indonesia pada Kabinet Pembangunan V (1988--1993). Sebelumnya ia menjabat sebagai Gubernur Sumatra Barat selama dua periode (1977--1987).
Azwar Anas lahir pada 2 Agustus 1931 di Padang, yang ketika itu merupakan bagian dari Keresidenan Sumatra Barat, Hindia Belanda. Ia adalah anak ketiga dari pasangan Anas Malik Sutan Masabumi (ayah) dan Rakena Anas (ibu), yang memiliki sepuluh orang anak. Ayahnya yang masih memiki garis keturunan dengan Raja Pagaruyung terakhir, yakni Sutan Bagagarsyah, bekerja sebagai kepala perbengkelan kereta api di Simpang Haru, Padang, sementara ibunya yang hanya tamatan SD berasal dari Koto Sani, Solok. Sebelum menikah dengan ibunya, ayahnya telah memperoleh seorang anak dari istri pertama yang kemudian diceraikannya, tetapi kehidupan mereka tetap ditanggung oleh ayahnya meskipun telah bercerai.[1][2] Ayahnya adalah putera dari Malik anak dari Soetan Oesman gelar Soetan Lerang seorang pengusaha terkenal pada masanya.
Sejak kecil, ia dibesarkan dalam keluarga yang taat melaksanakan ajaran Islam dengan didikan ayah yang berwatak keras tetapi disiplin dan didampingi ibu yang senantiasa mengayomi dan memberikan nasihat akan pentingnya agama dan tanggung jawab. Ia menghabiskan masa kecilnya bersama keluarganya di Mato Aie dalam sebuah rumah yang dibangun di pinggang bukit di tepi Jalan Raya Padang--Teluk Bayur. Tidak seperti kebanyakan anak ambtenaar (pegawai pemerintah Hindia Belanda), ia bersama kakak dan adiknya tidak dimasukkan ke sekolah-sekolah Belanda, melainkan dimasukkan ke HIS Adabiyah School, sebuah sekolah agama yang didirikan oleh Abdullah Ahmad pada tahun 1909.
Kampung Jawa, Padang pada masa Hindia Belanda Ketika masih berusia kanak-kanak, ia sempat menggeluti beberapa pekerjaan untuk membantu meringankan ekonomi keluarganya yang sedang sulit pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Ia pernah berdagang kayu untuk kemudian dijual ke pasar Kampung Jawa dan berjualan ikan, bahkan sebelumnya ia juga pernah berjaja pisang goreng di Mato Aie setiap pagi. Di tengah kesulitan ekonomi keluarganya, setelah tamat dari HIS Adabiyah, ia masih bisa meneruskan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi; ia masuk ke sekolah bentukan Jepang yang disebut Chu Gakko (setingkat men). (bi)
Penulis: Imel
Editor: BiNews
Berita Terkait
- BNPB: Longsor, Banjir, dan Kekeringan Warnai Sehari Bencana di Indonesia
- Tiga Daerah Terdampak Banjir, BNPB Ingatkan Pencegahan Dini
- Kekeringan dan Banjir Warnai Laporan Bencana Terbaru BNPB
- BNPB Catat 6 Bencana dalam 24 Jam: Longsor, Banjir, Karhutla hingga Erupsi Gunung
- BNPB Catat 6 Bencana Terjadi, Banjir Dominasi di Lampung, Bogor, dan Sukabumi
Tiga Daerah Terdampak Banjir, BNPB Ingatkan Pencegahan Dini
Peristiwa - 12 Agustus 2025
Kekeringan dan Banjir Warnai Laporan Bencana Terbaru BNPB
Peristiwa - 10 Agustus 2025
Didukung Penuh PSSI, FFI Persiapkan Timnas untuk SEA Games 2025
Nasional - 13 Agustus 2025