Kredit UMKM Masih Rendah
Penyaluran Kredit di Sumatera Barat Didominasi Pembiayaan Konsumsi

PADANG, binews.id -- Sumatera Barat terus menghadapi tantangan dalam sektor perbankan, di mana pembiayaan konsumsi tercatat lebih tinggi dibandingkan kredit yang dialokasikan untuk kegiatan produktif. Bahkan, kredit untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga lebih rendah dibandingkan kredit yang disalurkan untuk non-UMKM.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Barat, Roni Nazra, dalam keterangannya kepada media di Padang, Kamis (19/12/2024). Ia menjelaskan bahwa penyaluran kredit konsumsi yang relatif tinggi ini menunjukkan tren pembiayaan yang lebih banyak digunakan untuk kebutuhan seperti pembelian rumah, kendaraan, atau konsumsi lainnya, bukan untuk modal usaha.
"Pembiayaan konsumsi itu untuk beli rumah, kendaraan, atau hal lainnya yang bukan untuk modal usaha. Ini sebenarnya juga mengkhawatirkan. Sementara realisasi kredit untuk modal usaha lebih sedikit karena di Sumbar kami melihat jumlah pelaku usaha juga terbatas," ujar Roni.
Berdasarkan data OJK Sumbar per Oktober 2024, penyaluran kredit konsumsi mencapai Rp33,16 triliun, tumbuh sebesar 9,80 persen secara year-on-year (YoY). Sementara itu, kredit untuk modal kerja hanya mencapai Rp28,31 triliun dengan pertumbuhan 2,42 persen YoY. Kredit investasi juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,84 persen YoY, dengan total penyaluran mencapai Rp11,88 triliun.
Baca juga: Dorong Investasi Energi Hijau, Gubernur Mahyeldi: Sumbar Punya Potensi Luar Biasa
Ketimpangan penyaluran kredit ini semakin terlihat ketika memisahkan data antara UMKM dan non-UMKM. Hingga Oktober 2024, kredit untuk sektor non-UMKM tumbuh sebesar 8,74 persen YoY dengan nilai mencapai Rp41,53 triliun. Sementara itu, kredit yang disalurkan untuk UMKM hanya tumbuh 4,11 persen YoY, dengan total Rp31,82 triliun.
"Kami melihat banyak pelaku UMKM yang terkendala mengakses kredit di perbankan karena mereka tercatat bermasalah pada kredit-kredit sebelumnya. Misalnya, ada UMKM yang mengambil kredit kendaraan melalui lembaga finance, tetapi pembayaran tidak lancar," kata Roni.
Selain rendahnya penyaluran kredit untuk sektor produktif dan UMKM, Roni juga menyoroti tingginya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) di Sumatera Barat. Per Oktober 2024, LDR perbankan di wilayah ini tercatat sebesar 128,26 persen. Angka ini jauh melampaui batas ideal LDR, yang umumnya berada di kisaran 78 hingga 92 persen.
Tingginya LDR ini mengindikasikan bahwa penyaluran kredit oleh perbankan di Sumatera Barat sudah melampaui jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun. Situasi ini dapat menjadi sinyal risiko likuiditas bagi perbankan, meskipun di sisi lain menunjukkan tingginya permintaan kredit dari masyarakat.
Baca juga: Gubernur Mahyeldi , Terima Audiensi dari Ketua DPD ASITA Sumbar Untuk Pengembangan Pariwisata
Roni menekankan pentingnya mendukung sektor UMKM agar lebih mudah mengakses kredit dari perbankan. Dukungan ini menjadi kunci untuk meningkatkan porsi kredit produktif sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat.
Penulis: Imel
Editor: BiNews
Berita Terkait
- DPRD Padang Bahas Dampak Pemotongan Anggaran Pusat, Fokus Kejar PAD
- Nevi Zuairina Dukung Kebijakan E10, Ingatkan Pemerintah Tak Tergesa-gesa
- Minangkabau Ekspres: Pilar Mobilitas dan Magnet Pariwisata Sumatera Barat
- Canangkan Gerakan Farm the Future, Gubernur Mahyeldi: Tumbuhkan Semangat Generasi Muda Bertani
- Sumbar Mantapkan Langkah Menjadi Penggerak Utama Wisata Halal Nasional