Inflasi Jelang Idul Fitri Nomor Enam di Sumatera, Leonardy Apresiasi Kekompakan TPID Sumbar

Menanggapi pemaparan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Barat dan TPID Sumbar, Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., M.H, mengapresiasi koordinasi dan kekompakan yang telah diperlihatkan oleh TPID Sumbar. Menarik apa yang telah dilakukan tim pengendali inflasi di bawah koordinasi kepala daerah.
"Angka inflasi 3,93 persen ini cukup tinggi. Apalagi berada di atas inflasi nasional. Namun berada pada posisi enam di Sumatera, ini merupakan pencapaian yang baik. Rahasianya ada pada koordinasi yang terbina baik antara Pemerintah Daerah, Bank Indonesia badan/lembaga terkait lainnya di dalam TPID dan juga adanya Toko Tani. Sangat bagus," ungkap Leonardy.
Leonardy menyebutkan bahwa keberadaan Toko Tani Indonesia Centre (TTIC) yang hanya mempunyai 9 mobil untuk melayani daerah-daerah yang mengalami lonjakan harga komoditas. Artinya, permintaan pasar terpenuhi semua karena koordinasi tadi. Efektifitasnya terjawab juga dengan cara TTIC menggandeng media untuk menginformasikan harga pasar.
"Saya dengar harga-harga komoditas hari ini dibacakan oleh Penyiar Radio Padang FM. Setiap jam 11 ada Kaba Pasa sehingga saya jadi tahu harga komoditas di pasar pada hari itu," ujarnya.
Dikatakan Leonardy, kunjungan yang dilakukannya ke Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Barat dan berdiskusi dengan TPID Sumbar merupakan bagian dari tugas pengawasan terhadap Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia difokuskan pada inflasi daerah pra dan pasca Idul Fitri 2022. Dan didapatlah besaran inflasi dan upaya-upaya yang dilakukan TPID Sumbar dalam menahan laju inflasi di Sumatera Barat.
Kenaikan harga bahan pokok seperti daging sapi, ayam, bawang merah, cabe, minyak goreng, jengkol, telur dan lainnya perlu disikapi dengan mengupayakan pemenuhan ketersediaannya. Dalam kesempatan itu, Leonardy mengungkapkan, aspirasi-aspirasi dan kondisi di lapangan pada pertemuan-pertemuan dengan walinagari dan kepala desa di Sumatera Barat, mereka ada yang mengusahakan penggemukan sapi. Jika usaha penggemukan sapi ini mendapat pembinaan dan pendampingan yang lebih baik, maka sapi-sapi itu nantinya bisa memenuhi permintaan daging menjelang Idul Fitri. Sehingga tidak terjadi kenaikan harga daging yang tinggi.
"Pemerintah lewat dinas pertanian bisa saja mengupayakan bibit tanaman komoditas yang memicu inflasi seperti cabe, bawang merah bahkan jengkol yang hingga pasca lebaran ini harganya masih tetap tinggi. Dinas Peternakan mengupayakan bibit ternak yang jadi pemicu inflasi seperti bibit sapi. Bagikan bibitnya ke desa atau nagari di Sumatera Barat. Jika ini berkembang dengan baik maka bisa menahan laju inflasi," ujar Ketua Badan Kehormatan DPD RI.
Leonardy pun menceritakan tentang pengalaman masa mudanya saat melewati Pesisir Selatan. Ada lima truk yang sedang memuat hasil pertanian. Komoditasnya jengkol yang akan dibawa ke Jakarta. "Itu kejadian tahun 1985. Sekarang penyuka jengkol itu bertambah banyak. Harganya yang Rp45.000 per kilogram itu bersamaan dengan kulitnya. Bahkan mungkin lebih berat kulit daripada jengkolnya. Namun harga jengkol tinggi. Kenapa tidak dibudidayakan secara massal di Sumbar jika jengkol pun telah jadi pemicu inflasi?" sergahnya.
Hanya saja, kata Leonardy lagi masyarakat di desa atau nagari mengeluhkan tidak tampak lagi penyuluh pertanian turun ke sawah seperti dulu. Hal ini patut jadi perhatian kita bersama. Begitu juga dengan penyuluh peternakan. Masyarakat atau badan usaha milik desa yang kini tengah melakukan penggemukan sapi harus tahu bahwa kemiringan lantai, kebersihan kendang sangat berpengaruh terhadap penggemukan sapi. Juga dibutuhkan pengetahuan tentang pakan ternak yang bagus dan harus bisa menghitung untung rugi melakukan penggemukan tersebut.
"Makanya keberadaan penyuluh ini perlu didorong untuk aktif kembali untuk membina dan mendampingi kelompok tani dan kelompok peternak yang ada di berbagai daerah di Sumbar. Dan semoga koordinasi dan kekompakan ini terus terjaga. Serta informasi dan kontribusi kita dalam diskusi terbatas ini bisa makin menurunkan inflasi di Sumbar," harap pria yang akrab dipanggil Bang Leo ini. (*/bi)
Penulis: Imel
Editor: BiNews
Berita Terkait
- Inflasi Sumbar April 2025 Tercatat 0,77 Persen, Dipengaruhi Normalisasi Tarif Listrik dan Kenaikan Harga Emas
- Nevi Zuairina dorong PBJT, Terobosan Hemat Anggaran, Dorong Investasi Energi Bersih
- Kisah Minangkabau dalam Canting: Shanumesty Bawa Detail Lokal ke Panggung Nasional
- Menikmati Keindahan Alam dan Wisata Sumatera Barat dengan Kereta Api: Pariaman Ekspres, Minangkabau Ekspres dan Lembah Anai
- Semen Padang dan BI Sumbar Ubah Limbah Uang Jadi Energi Hijau