Membaca Pertumbuhan, Menemukan Kesenjangan: BPS Tekankan Literasi Data bagi Jurnalis Sumbar
TANAH DATAR, binews.id -- Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat menyebut adanya kesenjangan pemahaman data ekonomi di ruang publik, terutama ketika informasi yang beredar tidak sepenuhnya berbasis data. BPS menilai, kondisi ini sering memicu bias persepsi dalam pemberitaan maupun diskusi ekonomi.
Statistisi Ahli Muda BPS Sumbar, Muhamad Kanzu Satrio, menggarisbawahi bahwa salah satu tantangan terbesar adalah rendahnya literasi statistik di kalangan praktisi media. Banyak opini publik terbentuk dari kesimpulan yang tidak mempertimbangkan konteks angka. Karena itu, jurnalis dianggap memiliki posisi strategis untuk memastikan setiap narasi ekonomi bertumpu pada data resmi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Kanzu, setiap angka statistik menyimpan konteks yang harus dipahami sebelum disampaikan kepada masyarakat. Ia mencontohkan bagaimana data pertumbuhan ekonomi sering disalahartikan sebagai indikator langsung kesejahteraan. "Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak otomatis membuat masyarakat merasa hidupnya ikut membaik," ujarnya pada sesi pertama Capacity Building Media 2025 yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat pada di Emersia Hotel, Tanah Datar, Kamis (20/11/2025).
Dalam pemaparannya, Kanzu menjelaskan konsep dasar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator utama yang menggambarkan aktivitas ekonomi suatu daerah. PDRB harus dipahami melalui tiga pendekatan—produksi, pengeluaran, dan pendapatan—yang masing-masing memberikan sudut pandang berbeda mengenai struktur ekonomi Sumatera Barat.
Ia juga memaparkan perbedaan antara PDRB nominal dan PDRB riil yang kerap menimbulkan salah tafsir. Perubahan harga dan inflasi dapat membuat angka nominal tampak meningkat meski aktivitas ekonomi riil justru stagnan. Dalam konteks pemberitaan, kesalahan membaca dua indikator ini dapat menghasilkan narasi ekonomi yang keliru.
Berdasarkan data triwulan III-2025, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Sumbar berada dalam kondisi stabil dengan dukungan dari sektor industri pengolahan, perdagangan, pertanian, dan ekspor luar negeri. Namun, stabilitas ini menghadapi masalah pemerataan karena tidak seluruh kelompok masyarakat merasakan dampak positif yang sama, terutama rumah tangga berpendapatan rendah yang masih tertekan oleh tingginya harga pangan.
Masalah berikutnya muncul dari indikator kesejahteraan (Inkesra) yang juga dibahas dalam sesi tersebut. IPM, TPAK, APM, tingkat kemiskinan, gini ratio, dan Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan, masih terdapat tantangan signifikan yang menghambat peningkatan kualitas hidup masyarakat di sejumlah wilayah Sumbar.
Kanzu menegaskan bahwa hubungan antara PDRB dan kesejahteraan tidak terjadi secara otomatis. Struktur ekonomi Sumbar masih didominasi sektor-sektor yang terbatas dalam menyerap tenaga kerja berpendapatan rendah. Ketimpangan kontribusi antar sektor ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak merasakan manfaat langsung dari pertumbuhan ekonomi regional.
Daya beli disebutnya sebagai penghubung utama antara kinerja ekonomi dan pengalaman hidup masyarakat. Ketika harga pangan, biaya transportasi, dan kebutuhan dasar meningkat, maka pertumbuhan ekonomi sekalipun tidak cukup untuk memperbaiki kesejahteraan. Situasi ini menjadi masalah nyata yang harus diwaspadai oleh para pembuat kebijakan maupun pelaku media.
Kualitas pendidikan dan kesehatan juga menjadi isu penting dalam pembahasan tersebut. Menurut Kanzu, dua sektor ini berperan besar dalam peningkatan produktivitas masyarakat. Ketimpangan kualitas layanan dasar antarwilayah membuat percepatan penurunan kemiskinan berjalan tidak merata, sehingga menjadi tantangan jangka panjang bagi Sumatera Barat.
Dalam konteks media, BPS menekankan bahwa jurnalis perlu lebih aktif memeriksa tren data, membandingkan periode, dan mengonfirmasi temuan dengan kondisi lapangan. Kesalahan interpretasi data tidak hanya memengaruhi kualitas berita, tetapi juga dapat membentuk persepsi publik dan menekan efektivitas kebijakan.
Penulis: Imel
Editor: Imel
Berita Terkait
- Sinergi dan Digitalisasi Kendalikan Inflasi, Tanah Datar Menuju TPID Award Kelima
- Ekosistem Pembayaran Digital Sumbar Tumbuh Pesat, QRIS Dominasi Transaksi
- BI Sumbar Gelar Capacity Building Media untuk Perkuat Jurnalisme Ekonomi di Era Digital
- Stabilisasi Harga, Pemkab Tanah Datar Gelar Gerakan Pangan Murah
- Buka Pelatihan Pengelolaan Bisnis, Bupati Eka Putra: Pabrik Pengelolaan Saos Tomat akan Terealisasi Tahun Ini







