Resistensi Antimikroba Ancaman Kesehatan Paling Mendesak, Ini Kata Kemenkes

JAKARTA, binews.id -- Resistensi antimikroba (AMR) jadi ancaman kesehatan masyarakat yang mendesak. Respons berbasis One Health yang berkelanjutan mencakup manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan, sangat penting untuk mengatasi ancaman ini.
Direktur Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dr. Kalsum Komaryani, MPPM mengatakan saat ini kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700 ribu orang per tahun dan diprediksi di tahun 2050 bisa mencapai 10 juta orang per tahun di seluruh dunia.
''Dan ternyata distribusinya diprediksi terbanyak di Asia dan Afrika sekitar 4,7 juta dan Afrika 4,1 juta, sisanya di Australia, Eropa, Amerika,'' katanya pada temu media Pekan Antimikroba Resisten secara virtual, Kamis (18/11/2021).
Penyebab resistensi antimikroba ditinjau dari segi kesehatan mulai dari tidak adanya indikasi dalam penggunaan antimikroba, indikasi tidak tepat, pemilihan antimikroba tidak tepat, dan dosis tidak tepat.
AMR menimbulkan ancaman kesehatan global yang signifikan bagi populasi di seluruh dunia. Dengan pertumbuhan perdagangan dan perjalanan global, mikroorganisme yang resisten dapat menyebar dengan sangat cepat sehingga tidak ada negara yang aman.
Pengendalian Resistensi Antimikroba melalui One Health
Bahaya resistensi antimikroba berkaitan erat dengan perilaku pencegahan dan pengobatan, sistem keamanan produksi pangan dan lingkungan. Oleh karena itu pendekatan ''One Health'' diperlukan untuk mengatasi kompleksitas pengendalian kejadian resistensi antimikroba.
Dalam perkembangan kesehatan global saat ini, kejadian resistensi antimikroba tidak lagi hanya dilihat sebagai masalah yang berdiri sendiri tetapi juga terkait dengan berbagai sektor seperti kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan (termasuk perikanan dan akuakultur), rantai makanan, pertanian dan sektor lingkungan.
dr. Kalsum menjelaskan strategi pengendalian resistensi antimikroba yang sudah dilakukan di Indonesia adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman resistensi antimikroba, melakukan peningkatan pengetahuan dan bukti ilmiah melalui surveilans. Saat ini ada 20 rumah sakit yang terpilih untuk melakukan surveilans antimikroba yang terdiri dari rumah sakit umum pemerintah pusat dan RSUD.
Upaya selanjutnya pengurangan infeksi melalui sanitasi hygiene, optimalisasi pengawasan dan penerapan sanksi jika peredaran dan penggunaan antimikroba tidak sesuai standar, serta peningkatan investasi melalui penemuan obat, metode diagnostic, dan vaksin baru.
Sektor perikanan dan budidaya pun rentan berisiko terjadi resistensi antimikroba. Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI TB. Haeru Rahayu mengatakan untuk bisa memelihara ikan, memelihara udang, memelihara komoditas lainnya dibutuhkan upaya untuk menjaga kesehatannya. Sementara untuk menjaga kesehatannya belum bisa lepas dari penggunaan obat baik itu yang sifatnya herbal maupun yang sifatnya kimiawi.
Penulis: Imel
Editor: BiNews
Berita Terkait
- Mahasiswa S3 Ilmu Lingkungan UNP Laksanakan Praktik Kerja Lapangan di Kepulauan Riau
- Hj. Nevi Zuairina Minta Ada Transformasi Kesehatan dan Pariwisata di KEK Sanur
- PP IPPNU X Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama Gelar Peer Educator Cegah Stunting
- Gubernur Mahyeldi, Direktur dan Rektor UNP Temui Wapres Usulkan Pengembangan RSAM Bukittinggi
- Bio Farma Ajak Perempuan di Kalimantan Tengah Cegah Kanker Serviks
Progul Dokter Warga Mulai Layani Masyarakat Kota Padang
Kesehatan - 24 Februari 2025
Jaga Kesehatan Pegawai, KAI Divre II Sumbar Gelar Medical Check Up
Kesehatan - 19 Februari 2025
Mahyeldi Jalani Medical Check-Up di RS Unand Jelang Pelantikan
Kesehatan - 14 Februari 2025
KAI Divre II Sumbar Gelar Pengobatan Gratis terhadap 228 Pensiunan
Kesehatan - 10 Februari 2025