Menembus Hutan, Menyebrangi Sungai: Relawan Mentawai Mengajar Batch 4 Hadirkan Harapan di Terekan Hulu
MENTAWAI, binews.id -- Perjalanan menuju Dusun Terekan Hulu, Desa Malancan, Kecamatan Siberut Utara, bukan perkara mudah. Sebanyak 24 relawan Mentawai Mengajar Indonesia (MMI) Batch 4 harus menempuh jalur panjang: menumpang mobil bak terbuka dari Pokai menuju Sirilanggai, lalu berjalan kaki berjam-jam melintasi jalan berlumpur, mendaki bukit terjal, serta menyeberangi sungai deras yang sewaktu-waktu bisa menelan korban.
Langkah kaki yang berat dan tubuh yang letih seolah terbayar lunas saat anak-anak berlarian menyambut mereka. Warga pun mengulurkan senyum hangat, tanda penerimaan tulus. Kehadiran relawan bukan sekadar persinggahan, melainkan membawa misi besar: menghadirkan harapan melalui pendidikan, kesehatan, ekonomi kreatif, dan kepedulian sosial-lingkungan.
Pendidikan menjadi nafas utama gerakan ini. Di SDN 20 Malancan, keterbatasan fasilitas masih menjadi tantangan. Relawan hadir menutup celah itu: mengajarkan literasi dasar, memberi tambahan pelajaran, hingga memperkenalkan teknologi sederhana yang selama ini jauh dari jangkauan anak-anak pedalaman.
Kepala sekolah, Bartolomeus, tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. "Program ini menumbuhkan semangat anak-anak di sekolah dan juga antusiasme warga. Harapan kami, Mentawai Mengajar tidak berhenti di Batch 4 saja. Kalau bisa, berlanjut ke Batch 5, 6, bahkan hingga beribu-ribu," ungkapnya penuh harap.
Bagi anak-anak, pengalaman ini lebih dari sekadar belajar. Kehadiran relawan menyalakan kembali imajinasi tentang masa depan. Mereka menemukan keyakinan bahwa mimpi bisa tumbuh meski jauh dari hiruk pikuk kota.
Selain pendidikan, aspek kesehatan juga mendapat perhatian. Relawan kesehatan berkeliling dari rumah ke rumah, mengedukasi pola hidup bersih, mengajarkan cara menjaga kebersihan gigi, hingga melakukan pemeriksaan sederhana secara gratis. Layanan kecil ini memberi dampak besar, sebab tenaga medis jarang sekali menjangkau pedalaman Siberut.
"Hal kecil seperti pemeriksaan gigi dan cuci tangan bisa jadi hal besar di tempat seperti ini," ujar salah seorang relawan kesehatan.
Di bidang ekonomi kreatif, relawan memperkenalkan cara mengolah batang pisang menjadi serat bernilai jual. Setelah dikeringkan, serat dipintal menjadi benang, lalu diolah menjadi produk rumah tangga yang bisa dijual. Inovasi sederhana ini membuka peluang baru bagi warga untuk menambah penghasilan dari sumber daya sekitar.
Sementara itu, divisi sosial-lingkungan menghadirkan terobosan ramah alam. Warga diajarkan membuat ecoenzim, memanfaatkan plastik menjadi ecobrick, serta mengenal teknik ecoprint dengan pewarna alami dari daun. Tak hanya itu, bersama warga mereka menanam tanaman obat keluarga (TOGA) di halaman sekolah, sebagai solusi jangka panjang bagi kebutuhan kesehatan mandiri.
Selama 15 hari, relawan hidup berdampingan dengan warga. Malam ditemani cahaya pelita, makan dari hasil kebun, hingga bercengkerama bersama anak-anak yang tak pernah lelah belajar. Ikatan emosional terjalin kuat.
Perpisahan menjadi momen paling mengharukan. Tangis pecah ketika anak-anak enggan melepas tangan para relawan. Warga pun menitipkan doa agar perjalanan pulang selamat. "Kami seperti kehilangan keluarga baru," ujar salah seorang warga dengan mata berkaca-kaca.
Penulis: Imel
Editor: Imel
Berita Terkait
- Audy Joinaldy Tekankan Kesiapan Menghadapi Tantangan Zaman
- Buka Dua Prodi Baru di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Rektor UNP: Kita Utamakan Putra Putri Mentawai
- Peresmian Sekolah Calon Pengusaha SMAK Cahaya Logos Sipora Mentawai, Rektor UNP: Akan Menggerakkan Potensi Anak Mentawai
- Pj Bupati Mentawai: Jadi Sekolah Unggulan dan Alumninya jadi Calon Pengusaha
- Wagub Audy dan Bank Mandiri Salurkan Bantuan PIP untuk Kebutuhan Pendidikan Pelajar di Mentawai







