Mendagri Sebut 17 Persen Warga Tak Salurkan Hak Pilih Pada Pilkada Karena Takut Terpapar Covid-19

"Selanjutnya yang agak perlu kita konfirmasi adalah pada saat hari pendaftaran tanggal 4, 5 dan 6 September dimana terjadi kerumunan dan ini terjadi terutama karena aturan KPU ditetapkan pada tanggal 2 September, jadi disitu ada waktu yang sangat pendek. Pada tanggal 2 baru disahkannya peraturan tentang Covid-19 sedangkan tanggal 4 September 2020 sudah mulai jadwal pendaftaran, disitu cuma jeda waktu 2 hari sehingga tidak cukup waktu untuk sosialisasi," jelas Tito.
Kemudian pada saat kampanye, itu bukanlah waktu yang pendek yaitu 71 hari, dan mengubah budaya cara berkampanye yang menaati aturan Covid-19, diantaranya tidak ada rapat umum, rapat terbatas maksimal hanya 50 orang. Yang dilihat dari waktu 71 hari meskipun ada beberapa lebih kurang 2,3 persen pertemuan tatap muka yang dianggap pelanggaran dalam berkampanye.
"Data ini tidak terlalu besar dalam pelanggaran sehingga kampanye ini mendapatkan konfiden dari masyarakat karena kampanyenya dapat terkendali dalam protokol kesehatan," ujarnya.
Di Indonesia sendiri menerapkan hak pilih beda dengan beberapa negara yang sudah menerapkan wajib pilih yang mengakibatkan partisipasi masyarakat akan lebih tinggi dalam melaksanakan kewajibannya untuk memilih.
"Pada saat pemungutan suara kami mendapatkan data dari Polri bahwa tidak ada terdapat gangguan yang konvensional baik itu kekerasan, dan konflik yang signifikan," katanya. (*)
Penulis: Imel
Editor: BiNews
Berita Terkait
- PSI Tunjuk Putra Gubernur Sumbar Jadi Ketua DPW: Peta Politik Minang Kian Dinamis
- Nevi Zuairina Serahkan Bantuan Pengeras Suara untuk Komunitas RKI dan Rumah Baca
- Dari Kebebasan Beribadah hingga RUU Perampasan Aset, Pemuda Lintas Iman Dukung Langkah Cepat Presiden
- Prabowo Gelar Rapat Mendadak di Istana, Tegaskan Hak Aspirasi dan Peringatkan Tindakan Melawan Hukum
- Dua Anggota DPR dari PAN, Eko Patrio dan Uya Kuya, Mundur Usai Dikecam Publik