Holding PLTP Dibawah PGE Tidak Tepat, Nevi Zuairina : Harusnya Induk Holdingnya PLN

Rabu, 04 Agustus 2021, 19:57 WIB | Ekonomi | Nasional
Holding PLTP Dibawah PGE Tidak Tepat, Nevi Zuairina : Harusnya Induk Holdingnya PLN
Anggota DPR RI, Nevi Zuairina. IST

JAKARTA, binews.id -- Anggota DPR RI Komisi VI, Nevi Zuairina, menyikapi niat pemerintah untuk melakukan holding PLTP dan holding PLTU serta melanjutkannya dengan IPO. Ada hal yang ia anggap janggal sehingga mesti dilakukan berbagai pertimbangan.

Persoalan mendasarnya, perusahaan holding yang mestinya diamanatkan kepada PLN, tapi ini malah diserahkan pada Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai perusahaan holding-nya.

"Minimal ada tiga hal kenapa bukan PGE yang mesti menjadi holding, tapi seharusnya PLN," kata Nevi kepada media Rabu (4/8/2021).

Pertama, katatanya, PGE inikan masih baru, sekitar tahun 2006 berdiri. Kekuatan manajemennya dalam menguasai bisnis dan operasional masih meragukan untuk mengemban holding. Yang kedua, pembangkit listrik panas bumi ini mahal investasinya yang mesti dijaga asetnya tetap milik pemerintah. Jika melakukan IPO, aset berharga ini akan dimiliki swasta.

Baca juga: Rahmat Saleh Sambangi KPU Sumbar, Bahas Masalah PSU di Pasaman

Yang ketiga, menurutnya, regulasi EBT pada RUU energi baru terbarukan (RBT) yang di gogok di DPR RI masih berpolemik terutama pada Pasal 40 ayat (1) yang berbunyi 'Perusahaan listrik milik negara wajib membeli tenaga listrik yang dihasilkan dari Energi Terbarukan' serta Pasal Pasal 51 ayat (4) yang berbunyi 'Dalam hal harga listrik yang bersumber dari Energi Terbarukan lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik perusahaan listrik milik negara, Pemerintah Pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga Energi Terbarukan dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau Badan Usaha tersebut'.

Nevi menguraikan, proyek pengembangan lapangan panas bumi di tiga lapangan yaitu Bukit Daun (Bengkulu), Gunung Lawu dan Seulawah (Aceh), semua lapangan tersebut masih dalam tahap pemboran sumur eksplorasi dan belum sampai pada tahap produksi listrik. Dari segi pengalaman, PGE ini kurang layak untuk menjadi holding karena masih terlalu awal dan kurang pengalaman sehingga manajemennya belum piawai dalam menghadapi berbagai persoalan bisnis dan operasional.

"Banyak pihak yang kahwatir dan ragu, apakah holding tenaga panas bumi ini nantinya akan lebih baik & efisien atau tidak. Sementara PLTP yang akan diakuisisi ini telah beroperasi dan terbukti telah memberikan manfaat kepada jaringan listrik nasional," ujarnya.

Politisi PKS ini melanjutkan, RUU EBT, jangan sampai memuluskan jalan swasta untuk membuat pembangkit listrik dengan tenaga EBT yang sekarang ini memang harga produksinya masih di atas BPP listrik (misalnya tenaga panas bumi dan tenaga angin) dengan memanfaatkan kewajiban PLN untuk membeli listrik tersebut (skema take or pay) dan selisih biaya produksinya akan ditanggung oleh Pemerintah (subsidi EBT). BUMN dan anak BUMN seperti PLN, Geo Dipa & Indonesia Power mesti menjadi pengendali aset dan kegiatan utama untuk menjalankan semua bisnis proses Perusahaan Listrik Tenaga Panas Bumi.

Baca juga: Tiang Listrik di Halaman Kantor Bupati Solok Dipasang Asal-asalan, Perlu Perhatian Serius

"Fraksi kami ini tidak menolak holding. Tapi menolak kenapa holding ini ke PGE bukan ke PLN. Dan terkait IPO aset-aset pembangkit listrik tenaga panas bumi, Fraksi PKS sangat menolak dengan tegas. PLTP yang sudah operasional ini seharusnya tetap menjadi milik BUMN dan listriknya menjadi hak rakyat untuk menikmatinya", tutur anggota FPKS ini.

Halaman:
Marhaban ya Ramadhan 2025

Penulis: Putri
Editor: Adrian Tuswandi

Bagikan: