KUHP Nasional Muat Nilai-Nilai Bangsa dan Jamin Adanya Keadilan Hukum untuk Semua Lapisan Masyarakat

Selain itu, menurutnya terdapat beberapa urgensitas dari pengesahan KUHP Nasional menggantikan KUHP lama peninggalan Belanda, yakni terdapat perubahan paradigma keadilan.
"Urgensitas mengganti KUHP lama menjadi KUHP Nasional adalah pertama karena telah terjadi pergeseran paradigma keadilan, yang dulu menggunakan paradigma keadilan retributif, menjadi keadilan yang korektif bagi pelaku, restoratif bagi korban dan rehabilitatif bagi korban maupun pelaku. Selain itu juga merupakan perwujudan reformasi sistem hukum secara menyeluruh yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa dan HAM secara universal," ujar Prof. Dr. Benny Riyanto.
Sejauh ini, menurutnya Pemerintah RI telah mengakomodasi banyak sekali masukan dari semua elemen masyarakat terkait pembentukan KUHP Nasional, yang mana telah sesuai dengan arahan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Sekretaris DPRD Sumbar Raflis Sambut Kunjungan Mahasiswa Fakultas Hukum Unand
"Pemerintah telah mengakomodasi seluruh masukan dari para stakeholder, mulai dari kementerian dan lembaga terkait hingga partisipasi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk juga para akademisi. Bukan hanya itu, namun juga telah dilakukannya public hearing yang telah dilaksanakan sesuai dengan arahan MK, yakni meaningful participation, yaitu adanya hak untuk didengarkan, hak untuk mendapat penjelasan dan hak untuk dipertimbangkan," ungkap Guru Besar UNNES tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo yang juga menjadi salah satu narasumber acara tersebut mengemukakn beberapa isu krusial dalam KUHP Nasional seperti living law, pasal kohabitasi, pasal terhadap agama dan kepercayaan, pasal unjuk rasa, pasal penyerangan harkat martabat presiden dan lembaga negara hingga hukuman mati.
Seluruh ketentuan yang telah tercantum dalam KUHP Nasional menurutnya memang telah sangat sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia dan sama sekali tidak bisa jika terus diperbandingkan dengan nilai negara Barat.
"Sejatinya nilai-nilai kita memang sangat berbeda dengan nilai di negara Barat, sehingga sama sekali tidak bisa diperbandingkan,"
Sebagai contoh, mengenai Pasal Kohabitasi, Prof. Dr. Harkristuti menjelaskan bahwa aturan tersebut adalah upaya untuk menjembatani adanya perbedaan pendapat dari beberapa kelompok masyarakat di Indonesia.
"Tentang Pasal perzinahan dan kohabitasi yang diatur dalam KUHP Nasional, sejauh ini masih terdapat perbedaan pendapat dari masyarakat yang di satu sisi menyatakan bahwa itu adalah hak privat, namun di sisi lain ada masyarakat yang justru menuntut supaya itu menjadi delik aduan saja. Di sini kita mencoba menjadi jembatan antar kedua pendapat ini bahwa akan ada kriminalisasi terhadap perzinahan kedua orang di luar perkawinan namun hanya bisa dilakukan apabila ada aduan dari orang-orang tertentu yang sudah diatur, sehingga tidak semua orang bisa melakukan pengaduan dan menghindari adanya main hakim sendiri. Dalam pasal kohabitasi tersebut telah menunjukkan adanya nilai-nilai bangsa Indonesia," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Mahupiki, Dr. Yenti Garnasih kembali menegaskan bahwa KUHP Nasional berdasarkan kepada bagaimana way of life dari seluruh masyarakat Tanah Air. "Sekarang kita punya KUHP Nasional yang way of life-nya sangat menganut nilai-nilai bangsa Indonesia dan sama sekali tidak langsung mengikuti apa yang telah diterapkan di jaman kolonial Belanda. Maka dari itu ada upaya dekolonisasi," katanya.
Penulis: Imel
Editor: BiNews
Berita Terkait
- Kapolda Sumbar Apresiasi Polres dan Polsek Aktif dalam Subuh Mubarakah
- Kapolda Sumbar Sampaikan Capaian 100 Hari Kerja
- Kapolda Sumbar Pimpin Sertijab Tiga Pejabat Utama dan Tujuh Kapolres di Jajaran Polda Sumbar
- Operasi Ketupat Singgalang 2025, Dirlantas Polda Sumbar : Operasi Berjalan Lancar
- Kapolda Sumbar Pimpin Sertijab beberapa Pejabat Utama Polda Sumbar